Rabu, 10 November 2010
Si Buli-Buli
Sejumlah pembaca blog ini (termasuk yang sudah berada di Twitterland) bertanya kepada saya, kenapa tak ada tempelan baru di majalah dinding saya ini. Saya memohon maaf kepada anda sekalian. Dua-tiga bulan ini saya, bersama sejumlah teman, memang sibuk mempersiapkan dan menyelenggarakan sebuah biennale seni pertunjukan internasional. Dan sekarang ini harus pula saya katakan bahwa di sela-sela kesibukan yang begitu menyita waktu dan tenaga saya itu, saya menyempatkan diri merampungkan buku puisi saya, Buli-Buli Lima Kaki. Memang sejak akhir tahun lalu saya merasa bahwa buku puisi ini harus terbit sebelum Desember 2010.
Merampungkan adalah menyunting, menulis-ulang sejumlah puisi (mungkin juga masih menulis puisi baru pada saat-saat terakhir, sebelum mengetuk palu, “Nah kau harus rampung di titik ini!”), menentukan urutan, mengelompokkan ke dalam bagian. Buli-Buli Lima Kaki, yang terdiri dari 55 puisi, saya rampungkan pada akhir Juli 2010: 53 puisi adalah yang saya tulis sepanjang 2008-2010; dua puisi muncul dari tumpukan map saya, dari tahun 1994 dan 1995—yang satu rupanya pendahulu dari puisi-puisi saya yang “berperihal” binatang, yang kedua masuk ke dalam kuartet-puisi tentang—atau “parodi” dari kisah—Yeshua, si lelaki dari Nasara. Buli-Buli Lima Kaki—judul ini saya pastikan pada pertengahan Agustus, setelah menanggalkan sejumlah calon-judul lain—terdiri dari lima bagian—lima kaki—yang masing-masing berisi 11 puisi. Setiap bagian muncul dengan jalinan-motif tersendiri, jalinan-suara tersendiri.
Selepas akhir Juli, saya bekerja dengan Ari Prameswari untuk mencapai bentuk dan desain buku yang terbaik bagi Buli-Buli Lima Kaki. Sejak kurang-lebih 20 September, setiap hari saya melihat sebuah instalasi anggitan Joko Dwi Avianto di dekat pintu masuk Teater Salihara, “seekor gajah”, yang terbuat dari bambu apus. Pelan-pelan saya menyadari bahwa si gajah ini memang ditakdirkan untuk menghuni juga kulit buku saya; ya, memang sudah lama saya menginginkan adanya citra binatang yang tidak biasa untuk buku puisi saya. Ketika rancangan kulit buku menjelang selesai, saya hampir bersorak menemukan bahwa si gajah itu adalah juga buli-buli berkaki lima—belalainya adalah salah satu kakinya. Anda bisa melihatnya sendiri di gambar kulit depan yang terpampang di sini.
Buli-Buli Lima Kaki diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama, yang pernah menerbitkan buku puisi saya terdahulu, Jantung Lebah Ratu (2008). Anda bisa mendapatkannya di toko-toko buku di sekujur Nusantara paling cepat akhir November ini. Empat puluh empat puisi dari Buli-Buli Lima Kaki adalah puisi yang belum pernah terbit sama sekali. Sambil menunggu si buku keluar dari percetakan, saya ingin mengumumkan sejumlah puisi yang belum terbit itu di majalah dinding ini.